Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Dikuliti Sampai ke Lekuk Pori

Gambar
Secara pribadi saya merasa dikuliti habis oleh surat-surat Emha yang ditulis kepada Dil, meski saya tak punya kuasa atas apa-apa kecuali kulit ari saya sendiri _ yang itu pun masih terinterferensi sabun mandi. Di sana ada semacam euforia nikmatnya jadi ayam kampung yang ditelanjangi untuk merayakan Lebaran. Emha mengajak pikiran berpetualang dalam setiap pojok sistem tata kehidupan manusia. Semua laku terasa miris, mengusik sekaligus menggelitik. Dan menyehatkan. Retorika-retorika tentang ideologi, kekuasaan, perjuangan manusia di tengah modernitas, perjuangan manusia di kolong-kolong kekuasaan membuat dahi sedikit-sedikit mengernyit. Sejurus kemudian balik lagi mengangguk-angguk, “betul..., betul....”. Tiba di lembar berikutnya, sambil tersipu-sipu bak membaca novel romantis pada bab happy ending . Dari Pojok Sejarah adalah renungan perjalanan Emha yang ditulis kepada adiknya, Dil, tentang kegiatannya selama di Eropa, “Negara Landa” dan Jerman. Tulisan berisi paradoks d

Jangan Takut Berpolitik, Politik itu Asyik

Gambar
Politik tak selamanya jahat, licik, dan kejam. Begitu menurut Andi Fardan Yakub penulis buku “Politik,  Kok , Dibenci” dalam diskusi hangat di kawasan Desa Wisata Pulesari. Bukunya dibedah bersama mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Sabtu pagi, 09 November 2019 kemarin. Mahasiswa pascasarjana yang tergabung dalam FISH (Forum Ilmu Sosial Humaniora) mengadakan makrab dan bedah buku dengan membedah salah satu karya dari anggota FISH sendiri, yaitu Andi. Andi adalah sosok muda yang sangat menginspirasi dengan 15 buku dan prestasi-prestasinya dalam bidang pendidikan, kebudayaan, kemahasiswaan, perempuan, dan anak. Mahasiswa semester satu magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat UGM ini menyatakan bahwa politik itu asyik walaupun kebanyakan orang berpikir sebaliknya. Orang berpikir bahwa politik itu jahat dan licik. Sebenarnya pemikiran seperti itu hanya didasari pada pendefinisian yang terlalu sempit. Padahal manusia hidup di dunia ini sudah berpolitik

Kontroversi Mudik, Samakah dengan Pulang Kampung?

Gambar
Sumber gambar: makassar.tribunnews.com Beberapa hari lalu masyarakat Indonesia sempat diuji dengan kontroversi “mudik” dan “pulang kampung” yang sebelumnya diungkapkan dalam tayangan wawancara eksklusif Najwa Shihab dengan Presiden Jokowi di Trans 7 pada hari Rabu, 22 April 2020. Karena istilah tersebut diucapkan orang paling berpengaruh di republik ini, wajar bila kata mudik dan frasa pulang kampung menjadi sorotan banyak kalangan, terutama umat Islam yang kental dengan tradisi mudik sebagai ritual wajib merayakan Hari Raya Idul Fitri. Pengaruhnya pun tidak hanya viral diperbincangkan di ranah-ranah rumah tangga yang tengah dilema untuk melakukan perjalanan ke kampung halaman, melainkan juga diperbincangkan para akademisi dan eksekutor kebijakan publik lainnya di tanah air.   Secara linguistik kata mudik dan frasa pulang kampung memang memiliki kesamaan dalam arti kamus, namun setiap kata memiliki makna yang berbeda sesuai konteks pemakaiannya. Beberapa kata secara leksikal