Mau Pintar Bahasa Inggris Kok ke Pare






Sudah hampir satu setengah bulan menjalani adaptasi untuk hidup di Kampung Inggris Pare. Waktu tak terasa terhitung panjang atau pun pendek. Tuntutan materi grammar, menghafal tenses, memahami rumus-rumus, menyusun struktur kalimat dengan benar. Ditambah menghafal berbagai ekspression, mendalami speaking skill yang cukup menguras waktu dan pikiran. Ruang-ruang dalam kepalaku terus dijejali hal-hal berbau Inggris. Sempat membuatku galau, lapar, haus, krisis imajiner karena dijauhkan dari inspirasi, informasi, buku, diskusi, dan kopi.

Ya.. aku ingat harum aroma kopi. Tiba-tiba aku merindukan serbuk hitam yang dulu sering membangkitkan gairahku di malam-malam sisa berbagai kesibukan di kampus. Baru tanggal 30 September kemarin, gelar mahasiswaku dicopot dari kampus. Aku sudah lupa untuk menulis. Bukan lupa, lebih tepatnya adalah menyingkirkan aktivitas menulis demi pintar berbahasa Inggris. Aku sudah merencanakan sejak lama untuk pintar berbahasa Inggris. Pergilah aku ke Pare dengan sisa tabungan beasiswa S1-ku. Aku dilempar kembali menjadi anak-anak yang duduk mafhum di belakang bangku, mendengarkan materi-materi dari guru tanpa ada perdebatan. Menulis materi di papan tulis dan mengerjakan soal. Begitu seterusnya.

***
Bonbin Wedangan Café, pekan ini dua kali kukunjungi karena ingin ketagihan kembali dengan harum kopi. Sebenarnya lambungku sedang tak butuh banyak kafein dan zat asam. Perih melilit-lilit jika dipertemukan dengan benda-benda itu. Tapi seluruh isi otakku harus disiram dengan cairan beraroma kafein. Jadilah aku pesan kopi hitam plus susu dalam secangkir gelas yang kuaduk perlahan di meja panjang. Meja untukku sendiri. Aku ingin menumpahkan segala yang menjadi gumpalan imajinasi yang tak jadi-jadi.

Semilir angin sore yang membawa aroma padi dan daun jagung, menambah semerbak ngopi soreku. Aku keluarkan isi tas, ada laptop, headset, kabel data, handphone, semuanya memenuhi meja panjang. Ingat, ini meja untukku sendiri. Oh iya, aku ingin pintar berbahasa Inggris, kubuka flashdisk yang baru saja diisi materi speaking oleh Mr. Dedi. Listening part A. Kata tentorku yang masih muda itu, kalau kita mau pintar berbahasa Inggris harus sering-sering mendengarkan percakapan berbahasa Inggris. Katanya lagi, percuma kalau grammar dan nilai toeflnya bagus tapi tidak jago dalam speaking. “Karena dengan menguasai speaking, otomatis grammar bisa mengikuti dengan baik, begitu pun dengan yang lainnya”. Itu yang aku ingat. Kembali aku harus semangat untuk pintar berbahasa Inggris.

Sambil kubuka facebook, aku rindu dengan status-status Bapak Satria Darma. Rindu membaca status-status hebat kawan-kawan literat di facebookku. Semenjak aku aktif di komunitas dan merintis Taman Bacaan Masyarakat (TBM), aku memperbanyak teman-teman yang suka berliterasi. Jadi, jika sekarang aku buka facebook dan yang bermunculan adalah demo-demo literasi, maka itu sudah menjadi kerinduan yang tak terperi. Sudah menjadi halaman muka yang kadang membuatku rindu sekali menulis puisi. Di sinilah kenapa aku lebih suka membuka facebook dari pada instagram maupun BBM. Aku ingin mandi tumpahan kata-kata segar. Kudorong agar tumbuh kembali kebutuhan menulisku di tempat-tempat yang membuatku bisa berimajinasi

Sengaja lama tak menengok facebook, untuk menenangkan diri dari riuhnya berbagai bentuk pencitraan teman-teman di sosial media. Terkadang kita harus mengatur jarak, menjauhkan diri dari keriuhan media untuk mereview (baca; merenungkan) kembali pelajaran dan perjalanan hidup.

Itulah kenapa aku menjadwalkan waktuku untuk segera ke Pare. Sebelum nanti diisi dengan kesibukan kerja, aku ingin tenang dengan menyibukkan diri untuk pintar berbahasa Inggris. Rencana yang sudah tergambar begitu ideal. Mudah sekali terbentuk berlukis-lukis, bergambar berbunga-bunga di dalam pikiran. Aku mengidam-idamkan tempat ini (baca: Pare) untuk pintar berbahasa Inggris. Aku gantungkan harapan agar aku bisa menggunakannya untuk belajar lebih banyak hal. Hampir mau dua bulan waktu berlangsung sejak kedatanganku, tanggal 24 Agustus 2017. Adaptasi tidaklah mudah. Aku begitu tertekan dengan suasana yang serba menekan. Target yang mengekang untuk menurut pada aturan-aturan. Aku sangat benci diatur, aku sudah berada pada titik jenuh yang membuatku bosan. Tapi mungkin beginilah proses yang memang harus kujalani. Mungkin, karena aku belum bisa bersabar saja.

Ah, bagiku untuk pintar berbahasa Inggris tak harus ke Pare. Jika kau bosan dengan aturan-aturan, belajarlah menjadi lebih literat. Cari, kumpulkan, baca, dan pahami, kemudian latihlah kemampuan belajar bahasa Inggris mandirimu dengan baik. Ingat, Pintar berbahsa Inggris tak harus pergi ke Pare. Jika kau tak punya cukup uang, maka belilah buku, carilah aplikasi kamus dan grup belajar bahasa Inggris di berbagai aplikasi yang terpasang di gadget. Atau jika kau beruntung, carilah teman diskusi. Usahakan chat dengannya dengan bahasa Inggris. Semua orang bisa dijadikan tempat sebagai guru untuk pintar berbahasa Inggris. Sudahlah, asal ada kemauan di dalamnya jalan-jalan terbentang. Pintar berbahasa Inggris tak harus ke Pare. Belajarlah bahasa Inggris. Syukur-syukur di dalam lingkungan yang mendukung, untuk  usahamu pintar berbahasa Inggris. Di sanalah kamu menemukan banyak teman. 

PARE




sumber gambar: online

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masyarakat Tangguh di Tengah Pandemi

Jangan Takut Berpolitik, Politik itu Asyik

JOKO PINURBO