Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

Kumandang Adzan

oleh Anggun Putri Semua membisu Di atasnya baja Manusia membaja Sambil dinikmatilah suara itu Bukan adzan yang berkumandang Ra... Bukan Bukan itu. Asap rokok dibebaskan menimpa wajahnya Suara itu tetap berkumandang Ra. Menyimpan segala saksi Kalimas, 19 April

Saat Kukembali

Sampai-sampai senja meninggalkanku sendiri Kujalani malam sisa hujan tanpa kumengerti Ketika kubertanya Gila Orang gila yang kutanya Kutertipu dengan jasnya Ra... Tertipu. Dijawabinya dua titik Dua titik Apa itu? Aku semakin tersesat Tapi Ra... Seandainya tak kuturuti orang gila itu Mana mungkin kudapatkan bunga mawarmu Saat aku berhenti di persimpangan buntu Bungamu ada di tepian gang Ditemani sinar obor, redup, kuyu ingin layu Kupungut saja Ra... Buat apa Gang buntu tak perlukan bunga Ternyata... Dua titik Dua titik Titik terang Titik untuk bertemu bunga dan titik untuk kembali Bangkalan, 19 April

Aku dan Sunyi

Kita bagai putik dan kelopaknya Bagai sore dan senjanya Berpadu lalu indah Mengolah lara menjadi tawa Mengolah rindu menjadi cinta Trunojoyo, 11:11

Ratapan Sepatu Veteran

Aku tak suka tempat ini Di sini tak kudengar lagi Ledakan meriam kenyang amunisi Derap-derap kaki Memikirkan masa depan Negeri Kucium kesederhanaan prajurit Bagaimana mungkin aku ikhlas hati Melihat modernisasi Dulu api yang meledak-ledak di kaki Kini membakar-bakar hati yang suci Membela tanah ini, Tuanku rela mati Tanah modernisasi Penjajah datang lagi Seribu, dari seribu satu Mencampakanku Ingin menghancurkanku Dibuang! Dan aku membusuk Di tempat pembuangan modernisasi Sepatu Veteran  tak laku lagi Bangkalan, November 2014

Ibu

Bumiku, Pertiwiku, Rumah sakitku Dibelenggu sistem Kami itu  pasiennya Pasien-pasien tanpa obat Biasa itu adalah kematian Prikemanusiaan mulai punah Ditelan amoral dan materi semata Bangkalan, 2014

Tangan Dzalim

Gambar
Terombang-ambing, terserak ombak tengah laut

Hujan

Hujan Tak Perlu Dibenci Jelaga kapal mengepul-ngepul membuat warna kontras di awan Berpudaran mengumalkan atmosfer sejernih laut biru Perjalananku mengulang kembali pemandangan itu Di atas Kapal Feri Bersama rintiknya gerimis senja Persis apa yang dirasa ranting basah tepi pelabuhan Memaksa basah hati yang tak bisa melebur rindu Sampai kapal melabuh, Kulangkahkan kakiku kembali Melewati anak-anak pembawa payung, yang berebut manusia pembenci hujan Cukup senyum penolakanku yang tetap setia menyentuh hujan Rindu yang terlampau kering itulah yang memaksaku Aku masih beruntung, Ya...tidak seperti anak-anak di bawah lampu lalu lintas itu Menyemprot-nyemprotkan air sabun cuci ke kaca-kaca mobil Tak peduli caci Tak peduli gaji Terus mengubur rindunya kasih jalanan Surabaya, 2014

Langit Biru

Gambar
Matahari merekah gincu Menyingsing pelan punggung jalan itu Bahtera kapas-kapas awan putih Menggumul Tarian sufi sang burung menguasai troposfer Kudengar sayup-sayup percakapan angin Berdesar-desar di antara daun bambu Membicarakan aku sedang termangu Kurasa disentuh dan masuk alam pikiranku Mencercaku seribu pertanyaan Akankah ku bagian indahmu? Bangkalan, 23014

Menulis Surat untuk Sahabat

Bismillaahirrahmaanirrahim 14:04 dariku Si Guru Kecil yang selalu disayangi Sobat, malam ini begitu dingin. Hujan sengaja membuat basah atap-atap kos-kosan. Sama basahnya seperti siang tadi. Aku tahu cerita hidupnya. Apakah kamu bisa merasakan apa yang kurasakan sobat? Mungkin ini sebasah pipimu yang sengaja air luhnya menggelinding dari bola mata yang kukenal sejak dulu. Aku mengenalnya karena kau sama. Bola mata yang nakal merindu kampung halaman. Sabar sobat! Meski aku tak sebanding denganmu. Lebih jauh berpuluh-puluh kilometer dari ibu asuhmu. Tepati janjimu sobat! Bertemu di kampung waktu. Ranmu Bismillaahirrahmaanirrahim 08:56 dariku Si Guru Kecil yang selalu disayangi Pagi yang cerah ya Sobat! Waktu seakan dikejar pemburu. Petang siang petang siang. Hanya itu rumus waktu. Bagaimana teman-temanmu di sana Ran ? Boleh aku memanggilmu Ran ? Seperti kusebut saat dulu. Aku rindu sebutan itu Ran . Kacau di sini. Teman-teman yang konyol.