Pertanggungjawaban Kalut



Pesawat terbang sedang kau buat dari sesobek kertas bekas. Menulislah kau dengan nada tak berdosa. Tak merasa hina meski pojokan-pojokan kosong menarik tanganmu. Lalu lehermu. Kemudian tubuh dan kakimu. Sederet bangku panjang menguntit dan menjejalimu dengan pertanyaan setinggi langit. Tempat bintang tak bisa menggapai singgasananya sendiri. Kosong bayang-bayang masa depan tempatmu menangguhkan alasan. Terlalu tak segan menyibukkan diri sendiri. Jawaban yang kau tahu pun hilang lumat dari rongga tenggorokmu. Seharusnya kau menanyainya saat dia marah, bukan ketika dia lelah. Lihat matanya seperti apa keletihannya. Jawaban yang kau ingin pastikan dari bibirnya tak jua bergerak pasti, karena jawaban itu adalah mantra kesensitifan. Kenapa ada berbeda. Ketika kau usik waktu-waktu sensitif itu hanya dapat kau ketahui saat emosi menyergap ruang sunyi yang kini sedang damai dalam dirinya. Kau mengenalnya? Kau tahu? Hati yang gemuruh kini sedang bergolak menuju titik didih, akan memuncratkan bait-bait dendam. Kekuatan datang darinya dari kesadaran terdalam. Bukan keputusan sepucuk tuduhan. Untuk apa selalu berpikir keras pada sudut pandangnya, hingga terkucur air mata. Semua menghadapi yang tidak mudah. Yang datang menenggeri data. Yang tidak pernah puas pada alam. Yang merasa didzalimi oleh alam. Berbicaralah pada mereka. Apakah ketangguhan itu harus dibayar dengan tubuh? Terima kasih atas tubuh yang tak layak. Uang berbau dan air cap tm kado untuknya. Bertindak pada hal sederhana. Mengubah diri sendiri dengan apa yang tertempel di tubuhnya. Seorang datang, Dia merasa risih. Produk murahan dengan benang murahan. Rasakan sendiri jeritan itu. Hati-hati pada kebanggaan yang mengalahkan naluri manusia. Kenapa meski ada rasa malu. Apa karena padanya adalah bagian dariku. Takut pada penutup. Tapi mereka sungguh keterlaluan. Sedewasa itu hanya dapat memandang sebelah mata.  Menganggap diri pantas pakai popok. Lalu dimanja dengan suapan-suapan mulut. Hatinya terbolak-balik. Saat dia bisa membencimu. Saat dia mencintamu sepenuh hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masyarakat Tangguh di Tengah Pandemi

Jangan Takut Berpolitik, Politik itu Asyik

JOKO PINURBO