Sampai Kau Bawa Di Mana Cinta Abadi?



            Dunia mengalami kekosongan, kehampaan, dan kesenyapan karena sebuah nama. Nama yang kau sebut Cinta. Tak ada dia, laut yang membentang biru terasa suram bak utopia terkurung guyuran hujan. Kalau pujangga biasa berkata itu taman tanpa bunga.
            Dan Cinta membuat siapapun yang mengalaminya akan berjuang. Menyeberangi selat Madura untuk bertemu kekasih dengan kapal Gajah Mada yang selalu basa-basi menyentuh bibir dermaga dan kau gelisah di perut bajanya, itukah Cinta? Tapi sejauh mana Cinta itu diperjuangkan? Dan yang bernama cinta abadi sampai mana perjuangan tuk menyatu, terakhiri? Cintakah kau padaku? Cintakah kau padaku? Penuh kegelisahan.
            Meski perahu melaju menembus angin yang bergaram. Bibirku terasa asin dan rambutku menyerap garam. Tapi kutahu cintaku belum berkarat bila tiba di pulau itu.
            Cerita yang mengajakku bermain Cinta. Aku sadar bahwa Cinta bukanlah benda (material) yang mudah musnah. Bukan benda yang seenaknya saja ditukar-tukar. Ataupun dibagi-bagi. Tapi Cinta membuatku berbagi. Jika tubuh adalah benda, maka Cinta  bukanlah padanya. Karena tubuh akan mati terlapuk usia. Dan Cinta bukanlah tanah yang menjelma. Lalu aku bertanya, siapa yang akan memusnahkan Cinta? Apakah yang bernama Cinta  abadi itu semacam takdir atau justru takdir itu sendiri? Tiba-tiba terjadi, lalu dijalankan dengan sepenuh hati. Barangkali cinta abadi itu sesuatu yang terus-menerus diperjuangkan? Kalau kau menganggap takdir, adakah kau memerjuangkan?
            Kegelisahan hati dan pesona cinta membara. Mungkinkah sebuah kekuatan yang dilakukan Seno Adji Gumiro untuk menulis ‘Cintaku Jauh di Komodo’ dan mengirimkannya ke koran sebagai perjuangan agar cintanya tetap ada bertahan? Untuk kekasihnya yang terlahir sebagai pembaca atau terlahir sebagai kertas koran. Karena terlalu banyak orang yang merasa berhak menentukan Cinta. Jika cinta terjadi antara bayang tubuhku dan bayang tubuhmu. Apa yang akan dilakukan kedua bayangan itu jika ragaku dan ragamu tak saling mau mengenal atas keyakinan dan kasta berbeda.
            Cinta  itu ada sejak awal. Lalu dihukum karena sebuah kesalahan. Terpisah untuk saling menemukan.
            Bagaimanapun jika itu Cinta. Kau akan tahu kekasihmu sedang ada di sebuah pulau yang dihuni para monster purbakala bernama Komodo. Lalu kau menyeberang dari belahan bumi lain menembus beribu-ribu jarak. Berjuta-juta waktu. Ternyata kau dapati kekasihmu menjelma seekor Komodo dengan jenis kelamin sama denganmu. Yang entah dapat mengenalmu atau tidak dengan mata dan otak binatangnya. Kesetiaan Cinta yang bagaimana yang kau mau?
            Betapa takdir menjadikan manusia mati dan terlahir kembali. Tapi Cinta terus abadi. Bertahan dengan rengkarnasi. Berusaha untuk menyatu kembali. Jika Cinta tak mengenal wujud. Apakakah kau mau menyerahkan diri rela dikunyah seekor monster kelaparan jelmaan kekasihmu? Agar damai menyatu meski tubuhmu hancur di perutnya yang gelap. Tetapkah kau mencintainya? Dengan akal dan nafsu Komodo? Akankah kau tetap mengasihinya jika karena ulahnya, kekasihmu itu dibuang ke tempat lain yang justru membuatnya menderita. Meski dia takkan mati karena dilindungi Negara.
            Lalu sayup-sayup kudengar kekasihku berbisik disela daun-daun angin. “Cinta abadi ada karena diperjuangkan. Justru takdir, membuat cinta mudah menyerah pada setiap ujian yang bahkan mudah diatasi. Kau juga berhak menentukannya.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masyarakat Tangguh di Tengah Pandemi

Jangan Takut Berpolitik, Politik itu Asyik

JOKO PINURBO